Romo Magnis: Membangun Bangsa yang Utuh dan Bijaksana di Era Digital

PENDIDIKAN
Romo Magnis Membangun Bangsa yang Utuh dan Bijaksana di Era Digital

Membangun Bangsa yang Utuh –

Perjalanan Romo Magnis ke Indonesia dan Pembelajaran Filosofi Jawa

Franz Magnis-Suseno, yang akrab disapa Romo Magnis, adalah seorang filsuf yang telah lama menetap di Indonesia. Ia datang ke Indonesia pada 1960-an sebagai misionaris Yesuit untuk menggantikan para Yesuit Belanda yang tidak bisa memperoleh visa. Sejak awal, Romo Magnis menunjukkan minat yang mendalam terhadap budaya dan filsafat Jawa.

Dalam perjalanannya, ia menghabiskan waktu lebih dari satu tahun untuk mempelajari bahasa Jawa sebelum akhirnya mempelajari bahasa Indonesia. Proses pembelajaran ini memberinya pemahaman yang lebih mendalam tentang cara berpikir masyarakat Jawa yang sangat berbeda dari filsafat Barat. Jika filsafat Barat berkembang sebagai kritik terhadap tradisi Yunani kuno, filsafat Jawa lebih bersifat kearifan lokal yang diwariskan secara turun-temurun melalui sastra dan tradisi lisan.

Perbedaan Filosofi Jawa dan Barat dalam Konteks Masyarakat Modern

Menurut Romo Magnis, filosofi Jawa memiliki karakteristik yang lebih sederhana dan membumi, menjadikannya lebih mudah dipahami oleh masyarakat luas dibandingkan filsafat Barat yang cenderung lebih akademis. Namun, ia juga menekankan pentingnya berpikir kritis dalam memahami kehidupan, baik dalam konteks filsafat maupun agama. Sayangnya, kemampuan berpikir kritis semakin menurun di era modern, terutama dengan dominasi media sosial yang sering kali memperkuat bias dan prasangka tanpa ruang untuk refleksi yang mendalam.

Dalam video “Endgame #111” bersama Gita Wirjawan, Romo Magnis menyoroti bagaimana media sosial menciptakan ruang diskusi yang sering kali tidak sehat. Orang lebih cenderung menolak sudut pandang yang berbeda daripada mencari pemahaman yang lebih luas. Hal ini, menurutnya, dapat menghambat perkembangan intelektual masyarakat dan memperburuk polarisasi sosial.

Perkembangan Marxisme dan Tantangan Demokrasi

Sebagai seorang filsuf yang pernah mendalami pemikiran Karl Marx, Romo Magnis memahami bagaimana ideologi ini telah berkembang dan berubah seiring waktu. Pada abad ke-20, Marxisme menjadi kekuatan besar yang mempengaruhi banyak negara, tetapi pada abad ke-21, pengaruhnya semakin menurun.

Ia menyoroti bagaimana Marxisme-Leninisme berevolusi di Tiongkok, terutama setelah kepemimpinan Mao Zedong berakhir. Deng Xiaoping menggantikan pendekatan ideologis Mao dengan pragmatisme ekonomi yang lebih menekankan meritokrasi. Namun, di bawah kepemimpinan Xi Jinping, Tiongkok tampak semakin otoriter, sehingga muncul pertanyaan apakah negara tersebut akan menjadi model baru seperti Rusia di bawah Vladimir Putin atau Turki di bawah Recep Tayyip Erdogan.

Dalam konteks Indonesia, Romo Magnis mengingatkan bahwa demokrasi harus dijaga dengan baik melalui mekanisme checks and balances yang efektif. Tanpa pengawasan yang memadai, demokrasi bisa berubah menjadi oligarki yang hanya menguntungkan segelintir elit politik dan ekonomi.

Pentingnya Pemimpin yang Berkualitas dan Integritas Demokrasi

Romo Magnis menyoroti bahwa pemimpin yang baik adalah mereka yang bekerja untuk kepentingan rakyat dan bersedia menerima kritik. Ia menegaskan bahwa sistem demokrasi yang sehat membutuhkan pemimpin yang tidak hanya cerdas tetapi juga memiliki integritas. Sayangnya, dalam banyak demokrasi liberal saat ini, pemilihan pemimpin sering kali lebih didasarkan pada loyalitas politik dan patronase daripada kompetensi yang sesungguhnya.

Dalam sistem demokrasi yang matang, seharusnya ada mekanisme seleksi kepemimpinan berbasis meritokrasi, seperti yang diterapkan di beberapa negara. Namun, Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam mewujudkan sistem yang lebih adil dalam distribusi kekuasaan politik.

Media Sosial dan Tantangan Persatuan Bangsa

Salah satu perhatian utama Romo Magnis adalah dampak media sosial terhadap kohesi sosial di Indonesia. Ia menyoroti bagaimana narasi yang terpolarisasi di dunia maya dapat memperburuk perpecahan masyarakat. Misalnya, dalam konteks politik, perbedaan pendapat sering kali berubah menjadi serangan pribadi yang menghambat diskusi konstruktif.

Fenomena ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di negara-negara lain. Di Jerman, misalnya, ada kasus individu yang menghadapi tekanan ekstrem akibat serangan daring, yang bahkan berujung pada tindakan bunuh diri. Romo Magnis menegaskan bahwa untuk menjaga demokrasi tetap sehat, masyarakat harus lebih kritis dalam mengonsumsi informasi dan tidak mudah terprovokasi oleh berita palsu atau propaganda yang menyesatkan.

Masa Depan Indonesia: Tantangan dan Harapan

Romo Magnis juga mengangkat berbagai tantangan yang dihadapi Indonesia ke depan, termasuk ekstremisme, ketimpangan sosial, dan ancaman terhadap demokrasi. Ia menekankan bahwa tanpa pemerataan ekonomi dan keadilan sosial, potensi radikalisasi masyarakat semakin besar.

Dalam skala global, ia mengingatkan akan ancaman dari kemajuan teknologi seperti kecerdasan buatan (AI). Menurut prediksi Yuval Noah Harari, sekitar 50% populasi dunia bisa menjadi tidak relevan pada tahun 2050 akibat disrupsi teknologi. Romo Magnis mengkhawatirkan bahwa Indonesia bisa menjadi bagian dari kelompok ini jika tidak segera meningkatkan kualitas pendidikan dan kesejahteraan masyarakat.

Namun, di balik berbagai tantangan tersebut, Romo Magnis tetap optimis. Ia percaya bahwa jika Indonesia dapat mengembangkan sistem pendidikan yang lebih baik dan menanamkan nilai-nilai kritis sejak dini, bangsa ini akan mampu bertahan dan berkembang. Filosofi Pancasila, dengan prinsip keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, harus tetap menjadi panduan utama dalam membangun masa depan yang lebih baik.

Kesimpulan: Membangun Bangsa yang Bijaksana dan Utuh

Pemikiran Romo Magnis menawarkan refleksi mendalam tentang tantangan dan peluang yang dihadapi Indonesia. Dari pentingnya berpikir kritis, menjaga demokrasi, hingga menghadapi tantangan digital, semuanya menuntut perhatian serius. Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi bangsa yang maju, tetapi itu hanya bisa terjadi jika masyarakatnya terus belajar, berpikir kritis, dan menjaga integritas dalam setiap aspek kehidupan.

Membangun bangsa yang utuh dan bijaksana bukanlah tugas yang mudah, tetapi dengan kepemimpinan yang baik, sistem demokrasi yang sehat, serta masyarakat yang berpikiran terbuka, Indonesia dapat menghadapi masa depan dengan lebih optimis dan penuh harapan.

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *