Pengertian slow learner – Marheni (2018) menyebutkan bahwa slow learner sering digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan kognitif di bawah rata-rata atau lamban belajar. Anak slow learner memiliki prestasi belajar di bawah rata-rata dari anak normal pada umumnya. Kondisi tersebut dapat terjadi disalah satu bidang akademik atau diseluruh bidang akademik. Anak lamban belajar memiliki tingkat IQ antara 70-90.
Mercer (dalam Malik, 2009) mengemukakan bahwa anak-anak lambat belajar adalah mereka yang memiliki performa buruk di sekolah, namun tidak memenuhi syarat untuk pendidikan khusus. Widayanti, Rusmawati & Siswati (2012) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa siswa lambat belajar memiliki skor IQ performance yang lebih tinggi dibandingkan skor IQ verbal. Hal ini disebabkan adanya kesulitan memproses informasi berupa simbol dan yang bersifat abstrak.
Dhelpi (2006) mengemukakan bahwa slow learner adalah anak yang berprestasi rendah, karena mereka pada umumnya tidak mampu menguasai bidang studi tertentu yang diprogramkan oleh guru berdasarkan kurikulum yang berlaku. Ada sebagian besar dari mereka mempunyai nilai pelajaran sangat rendah ditandai pula dengan tes IQ berada di bawah rata-rata normal.
Berbagai penelitian telah dilakukan sehingga banyak klasifikasi kapasitas IQ slow learner. Pierangelo (1994) mengemukakan bahwa slow learner adalah anak yang memiliki kemampuan intelektual yang konsisten rendah dan memiliki rentang IQ 80 – 90. Sementara itu, menurut Reddy, Ramar, dan Kusuma (2006), slow learner adalah mereka yang memiliki kapasitas IQ 75 – 89.
Karakteristik slow learner
Adapun karakteristik slow learner menurut Reddy, Ramar, dan Kusuma (2006) adalah:
Terbatasnya kapasitas kognitif
Slow learners gagal mengatasi situasi pembelajaran dan tidak meampu melakukan penalaran secara abstrak. Mereka juga tidak mampu berpikir secara rasional. Mereka sangat lemah dalam proses pengembangan konsep, terutama pada bidang bahasa dan angka. Slow learners tidak memiliki perkembangan kognitif yang adekuat karena kapasitas kognitif mereka terbatas.
Ingatan yang lemah
Ingatan adalah proses yang sangat kompleks dan sulit dipahami walaupun telah banyak penelitian dan mengembangkan berbagai macam teori yang menjelaskan mengenai fakta-fakta tentang memori. Umumnya, anak-anak slow learner memiliki kekuatan ingatan yang lemah. Anak-anak tersebut memerlukan materi yang selalu diulang-ulang kepadanya sehingga ia benar-benar mengingat dan memahami materi tersebut. Slow learners tidak mampu mengingat kembali informasi ketika dibutuhkan. Salah satu penyebab anak slow learner mengalami ingatan yang lemah adalah karena kemampuan atensinya yang juga lemah sehingga mudah terdistraksi. Lebih lanjut, anak tersebut memiliki rentang atensi yang pendek.
Mudah terdistraksi dan memiliki konsentrasi yang rendah
Slow learners memiliki rentang atensi yang pendek. Mereka juga memiliki konsentrasi yang rendah. Mereka tidak dapat berkonsentrasi selama kurang lebih 30 menit. Mereka membutuhkan pelajaran yang pendek dan frekuensinya sering. Anak-anak slow learner tidak dapat konsentrasi jika instruksi dari gurunya lebih banyak menggunakan verbal.
Ketidakmampuan mengungkapkan pendapat
Slow learner memiliki kesulitan dalam mencari dan mengkombinasikan kata, ketidakmatangan dan emosi yang tidak stabil menjadi alasan ia mengalami kemunduran dalam mengungkapkan ekspresi. Untuk menyatakan pendapat harus memiliki keterampilan komunikasi yang baik yang meliputi kemampuan mendengar dan berbicara dengan sama baiknya. Namun, anak tersebut sulit untuk mengingat pesan dan mendengarkan instruksi, sehingga mereka sulit untuk mengungkapkan pendapat.
Klien menyebutkan ia kurang dapat mengungkapkan pendapatnya dengan baik. Hal ini dikarenakan klien kebingungan dalam penggunaan bahasa yang tepat. Oleh karena itu, klien lebih memilih untuk diam dan tidak banyak berbicara. Ketika diajak berbicara klien hanya menjawab sepatah kata tanpa ada penjelasan lebih lanjut mengenai pernyataannya tersebut.
Idris (2009) mengemukakan bahwa slow learner adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama. Tingkat kesulitan yang dialami oleh siswa lambat belajar tidak sama dengan siswa normal karena secara konseptual berbeda dalam memahami bahan yang dipelajari secara menyeluruh. Perbedaan tingkat kesulitan ini bisa disebabkan tingkat penguasaan bahan sangat rendah, konsep dasar tidak dikuasai, bahkan tidak hanya bagian sulit yang tidak dipahami, mungkin juga bagian yang sedang dan mudah tidak dapat dikuasai dengan baik.
Malik (2009) mengemukakan bahwa anak slow learner belajar begitu lambat karena mereka tertinggal dalam kesiapan perkembangan untuk memahami konsep yang mudah dijangkau dari sebagian besar anak-anak seusia mereka. Anak-anak slow learner pada akhirnya akan memahami konsep-konsep dasar atau pelajaran dengan mudah tetapi sekitar satu atau dua tahun lebih rendah jika dibandingkan anak seusia mereka.
Lowenstein (dalam Malik, Rehman, & Hanif, 2012) mengemukakan bahwa anak slow learner umumnya lambat ketika dihadapkan dengan tugas-tugas yang membutuhkan abstrak, simbolik, dan keterampilan konseptual. Shaw (2010) mengemukakan bahwa para siswa slow learner biasanya akan lebih lambat dalam menangkap pelajaran ataupun informasi yang diterimanya, terutama jika pelajaran tersebut melibatkan suatu materi pelajaran yang abstrak dan rumit.
Faktor-faktor yang Menyebabkan Slow Learner
Terdapat beberapa faktor – faktor yang menyebabkan slow learner pada individu. Reddy dan Kusuma (2006) menyebutkan beberapa faktor yang menyebabkan seseorang mengalami slow learner. Berikut ini beberapa faktor tersebut, yaitu:
Kemiskinan
Kemiskinan dikatakan mempengaruhi kesehatan fisik dan mengurangi kapasitas intelektual individu. Kemiskinan tidak seharusnya menjadi penyebab utama slow learner. Akan tetapi, kemiskinan dapat menciptakan suatu kondisi dan dicurigai sebagai penyebab yang turut memfasilitasi permulaan munculnyaanak dengan lamban belajar. Sedangkan anak yang berasal dari keluarga berkecukupan dikatakan memiliki banyak kesempatan untuk mengeksplor dan mendapatkan media atau fasilitas yang cukup untuk belajar.
Inteligensi Anggota Keluarga
Inteligensi dan latar belakang pendidikan orang tua juga mempengaruhi perkembangan intelektual anak. Orang tua yang berpendidikan dan cerdas dapat menyediakan bahan dan pengalaman yang berhubungan dengan pendidikan berdasarkan level intelektual mereka sendiri. Akan tetapi, apabila orang tua tidak memiliki kecerdasan cenderung tidak tertarik dengan perkembangan intelektual anak.
Faktor Emosional
Permasalahan emosional memberikan kontribusi yang banyak terhadap proses pembelajaran anak. Anak yang mengalami slow learner memiliki permasalahan yang serius dan berkepanjangan dalam hal emosi yang sangat menghambat proses belajar mereka. Permasalahan emosional yang dialami anak tersebut menghasilkan prestasi akademik yang rendah, hubungan interpersonal yang buruk, dan harga diri yang rendah.
Faktor Pribadi
Selain beberapa faktor yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat faktor pribadi yang menyebabkan seseorang mengalami slow learner. Faktor pribadi yang dimaksudkan adalah mencakup kondisi atau permasalahan fisik individu. Adanya perkembangan tersebut dapat berdampak pada proses pembelajaran anak.
Faktor Penyebab Slow learner menurut Agustin (dalam Lakadjo, 2015) adalah sebagai berikut.
Faktor Internal
Genetik / Hereditas Inteligensi merupakan sesuatu yang diturunkan. Berdasarkan penelitian yang diidentifikasi dalam suatu survei pustaka dunia tentang persamaan inteligensi dalam keluarga, terdapat korelasi antara IQ orang tua dan anaknya. Semakin tinggi proposi gen serupa pada dua anggota keluarga, semakin tinggi korelasi rata-rata IQ mereka.
Faktor Eksternal
Lingkungan Efek lingkungan yang berbeda terhadap IQ, berdasarkan penelitian yang dilakukan Beyley bahwa status sosial – ekonomi keluarga mempengaruhi IQ anak. Disimpulkan bahwa, individu dapat memiliki IQ sekitar 65 jika dibesarkan di lingkungan miskin, tetapi dapat memiliki IQ lebih dari 100 jika dibesarkan di lingkungan sedang atau kaya. Penelitian tersebut menjelaskan bahwa kondisi keluarga mempengaruhi bagaimana keluarga mengasuh anak mereka.
Strategi Pembelajaran
Penyebab utama problem anak lamban belajar berupa strategi pembelajaran yang salah atau tidak tepat, pengelolaan kegiatan pembelajaran yang tidak membangkitkan motivasi belajar anak dan pemberian ulangan penguatan yang tidak tepat.
Penelitian yang dilakukan Beyley (Atkinson & Atkinson, 1983) menjelaskan bahwa status sosial-ekonomi keluarga mempengaruhi IQ anak. Terdapat hubungan yang erat antara kondisi sosial-ekonomi keluarga dengan variabel lingkungan, seperti nutrisi, kesehatan, kualitas stimulasi, iklim emosional keluarga, dan tipe umpan balik yang diperoleh melalui perilaku. Widayanti, Rusmawati, dan Siswati (2012) juga menyebutkan bahwa kondisi siswa yang berasal dari kalangan menengah ke bawah berdampak pada terbatasnya siswa memperoleh informasi baru.