Regulasi Emosi pada Remaja : Permasalahan, Tantangan, dan Pengaruh Faktor-faktor Lingkungan

KAJIAN PUSTAKA
Regulasi Emosi pada Remaja Permasalahan, Tantangan, dan Pengaruh Faktor-faktor Lingkungan

Regulasi Emosi pada Remaja – Menurut WHO (World Health Organization) fase perkembangan remaja akhir memiliki rentang umur 15-20 tahun. fase ini merupakan fase yang penuh dengan berbagai masalah dan tekanan. Pada saat mencapai tugas perkembangan, ditemukan banyak permasalahan emosional remaja bergejala-gejala tekanan perasaan, frustasi, atau konfik internal maupun konflik eksternal pada diri individu (Azmi, 2015). Lebih lanjut, tugas remaja dalam memenuhi aspek perkembangan remaja ditemukan terdapat banyak permasalahan emosional remaja berupa gejala-gejala tekanan perasaan, frustasi atau konflik internal maupun konflik eksternal pada diri individu.

Sebelum kita simak artikel ini, sahabat alpha bisa melihat Kumpulan Kajian Pustaka yang ditulis langsung oleh tim alphabheta sekaligus seorang psikolog dengan gaya penulisan teoritis dan ilmiah.

Emosi

Fitri dan Adelya (2017) berpendapat bahwa emosi adalah suatu gejala psikologis yang diperlihatkan melalui tingkah laku oleh seseorang yang mempengaruhi keadaan fisiologis, subjektif, dan perilaku seseorang terhadap sesuatu. Sedangkan Brenner dan Salovey (1997) menyebutkan bahwa emosi merupakan bagian dari komponen psikologi kognitif dan perilaku. Herlina (2013) menyebutkan bahwa setelah memasuki masa remaja, individu memiliki kemampuan untuk mengelola emosinya. Ia telah mengembangkan kosa kata yang banyak sehingga dapat mendiskusikan, dan kemudian mempengaruhi keadaan emosional dirinya maupun orang lain.

David Elkind (Zeman, 2001) menjelaskan remaja menunjukkan seolah-olah mereka berasa di hadapan audience imajiner yang mencatat dan mengevaluasi setiap tindakan yang mereka lakukan. Perkembangan individu mengelola emosi, sangat didasari oleh bagaimana individu tersebut mampu menahan ataupun membendung konsekuensi dari emosi. Kemudian mampu dalam mengelola atau mengantisipasi harapan yang akan datang. Berdasarkan fase perkembangan dalam model internalisasi yang dikelompokkan oleh Holodynski (2005), remaja masuk pada fase ke empat.

Lebih lanjut Santrock (2007) memaparkan bahwa kemampuan kontrol emosi merupakan aspek penting dalam perkembangan emosi remaja. Kemampuan individu dalam mengelola emosi berhubungan dengan berbagai keberhasilan ataupun kegagalan dalam banyak aspek seperti halnya akademik.

Pengelolaan Emosi

Pada fase ini, pengelolaan emosi sangat  erat kaitannya dengan bagaimana individu mengahadapi suatu hal yang menekan. Menurut Holodynski (2005) ketika remaja menghadapi situasi stress maka menimbulkan amarah pada remaja. Dimana, ada lima pilihan yang dapat dipilih oleh remaja untuk menanggulanginya. Yakni:

  1. Suppression, dipilih karena adanya takut diisolasikan oleh figure yang memiliki otoritas untuk meredam emosi yang dirasakan.
  2. Open aggression, ini merupakan bentuk pengekspresian dari emosi seperti halnya kritik, sarkasme, bertengkar, berdebat, agressif, hingga dapat melakukan tindakan kriminal. Pilihan-pilihan ini merupakan sebagai bentuk dari kepuasan diri yang kita lakukan tanpa memikirkan orang lain.
  3. Passive aggression, saat individu melakukan sabotase karena merasa marah. Namun, terlalu berbahaya jika orang lain ketahui. Hal ini terjadi karena individu memiliki control
  4. Assertive, pilihan ini mampu membantu individu untuk menghubungkan antar individu, karena terdapat proses diskusi antar individu mengenai hal yang tidak menyenangkan dan diselesaikan bersama. Hal ini merupakan tanda dari kedewasaan dan stabilitas.
  5. Droping anger, remaja menyadari akan batasan diri dan menerima kekurangan sehingga dapat mengontrol situasi.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa pada fase remaja, perkembangan pengelolaan emosi bukan hanya sekedar mengatur aksi dan emosi, tetapi juga bagaimana cara mengontrol diri pada saat emosi.

Regulasi Emosi

Thompson (1994), mendefinisikan Regulasi Emosi pada Remaja sebagai proses intrinsik dan ekstrinsik seseorang melalui pemantauan, pengevaluasian, dan pemodifikasian reaksi-reaksi emosi yang sesuai dengan tujuan individu yang bersangkutan. Thompson menggambarkan regulasi emosi dengan berbagai macam domain. Domain tersebut meliputi respon neurofisiologis, proses perhatian, kejadian-kejadian pembangkit emosi. Selain itu juga pengkodean isyarat-isyarat emosi internal, akses pemecahan sumber, regulasi tantangan, dan pemilihan alternatif respon adaftif. Selain itu, Kostiuk dan Gregory (2002) menyatakan bahwa kemampuan Regulasi Emosi pada Remaja merupakan salah satu aspek yang penting dari perkembangan emosi seseorang. Regulasi emosi adalah kemampuan yang seseorang miliki untuk menilai, mengatasi, mengelola, dan mengungkapkan emosi dengan tepat dalam rangka mencapai keseimbangan emosional (Greenberg, 2002).

Menurut Morris dkk (2008) bahwa karakteristik individu mempengaruhi perkembangan regulasi emosi bahwa individu yang memiliki reaksi negatif beresiko mengembangkan sejumlah masalah perilaku dan emosional. Mekanisme koping adalah tiap upaya yang menuju pada penatalaksanaan stress. Lebih lanjut, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang kita gunakan untuk melindungi diri (Stuart, 2013). Emosi menjadi salah satu aspek yang cukup berpengaruh bagi remaja untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial. Menurut Gross & Werner (2009) emosi akan menjadi suatu permasalahan ketika tipe emosi yang timbul adalah emosi yang buruk, hadir di situasi yang tidak tepat, terlalu dalam, atau terlalu lama.

Regulasi Emosi pada Remaja dapat kita lakukan dengan beberapa cara yakni memilih situasi, memodifikasi situasi, mengalihkan perhatian dan mengubah kognitif. Berdasarkan konsep dasar dari REBT, emosi dan perilaku merupakan hasil dari proses kognitif. Gangguan emosi berasal dari adanya kesalahan dalam berfikir terhadap suatau kejadian. Kesalahan dalam proses berfikir menyebabkan timbulnya pikiran yang irasional yang tidak masuk akal, menyalahkan diri sendiri, lingkungan serta menimbulkan masalah emosi.

Aspek Regulasi Emosi

Aspek-aspek dalam regulasi emosi menurut Thompson (1994) adalah sebagai berikut:

  1. Kemampuan memonitor (emotions monitoring) adalah, kemampuan individu untuk menyadari dan memahami keseluruhan proses yang terjadi di dalam diri, perasaanya, pikirannya, dan latar belakang tindakannya. Aspek ini merupakan dasar dari seluruh aspek lainnya, yang berarti kesadaran diri ini akan membantu tercapainya aspek-aspek yang lain. Arti lainnya adalah individu mampu terhubung dengan emosinya dan keterhubungan ini membuat individu mampu menamakan diri setiap emosi yang muncul.
  2. Kemampuan mengevaluasi emosi (emotions evaluating) adalah kemampuan individu untuk mengelola dan menyeimbangkan emosi-emosi yang dia alami. Kemampuan mengelola emosi-emosi ini seperti kemarahan, kesedihan, kecewa, dendam, dan benci akan membuat individu tidak terbawa dan terpengaruh secara mendalam. Sehingga mengakibatkannya tidak mampu lagi berpikir rasional.
  3. Kemampuan memodifikasi (emotions modifications) adalah kemampuan individu untuk merubah emosi sedemikian rupa sehingga mampu memotivasi diri terutama ketika individu berada dalam keadaan putus asa, cemas, dan marah. Kemampuan ini kemudian membuat inidividu mampu menumbuhkan optimisme dalam hidupnya. Kemampuan ini akan membuat individu mampu bertahan dalam masalah yang membebaninya. Lebih lanjut, mampu untuk terus berjuang ketika menghadapi hambatan yang besar, tidak mudah putus asa dan kehilangan harapan.

Faktor yang Mempengaruhi Pengelolaan Emosi

Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi pengelolaan emosi, berikut di antaranya yakni:

Usia

Tingkat pertumbuhan dan kematangan fisiologis individu mempengaruhi kematangan emosi. Kematangan emosi terkait dengan matangnya organ pada tubuh individu. Beer dan Lombardo (Gross, 2007) menyatakan bahwa pengelolaan emosi individu melibatkan peran dari proses kerja lobus frontal  di otak, cingulate anterior, lobus temporal, dan amygdala.

Jenis Kelamin

Secara fisiologis kondisi laki-laki dan perempuan berbeda, hal tersebut yang mempengaruhi bagiamana pengelolaan emosi pada perempuan dan laki-laki berbeda. Di samping itu, Garnefski (2006) dalam konsep cognitive emotion regulation menyatakan bahwa perempuan dan laki-laki memiliki pengelolaan emosi relatif berbeda.

Aspek sosial (keluarga dan teman sebaya)

Thompson & Mayer (Gross, 2007) menyatakan bahwa keluarga dan teman sebaya memengaruhi pengelolaan emosi. Teman sebaya sangat signifikan pengaruhnya terhadap kemampuan pengelolaan emsoi, sedangkan keluarga dalam konteks di dalam rumah. Dalam keluarga, kualitas hubungan antara orangtua dan anak menjadi dasar utama yang berpengaruh dalam pengelolaan emosi.

Daftar Pustaka

Azmi, N. (2015). Potensi Emosi Remaja dan Pengembangannya. Jurnal. Sosial Horizon: Jurnal Pendidikan Sosial. 2(1). 36-46.

Fitri, N.,F & Adelya, B. (2017). Kematangan Emosi Remaja dalam Pengentasan Masalah. Jurnal. Jurnal Penelitian Guru Indonesia. 2(2). 30-39.

Brenner, F. dan Salovey, T. L. 1997. Parental socialization of emotion. sychological Inquiry, 9, 241-273.

Santrock, J. W. (2012). Life-span development: Perkembangan masa hidup. Jilid 1 Edisi ketigabelas. Terjemahan. Erlangga: Jakarta

Thompson, R. A. 1994. Emotion regulation. Monographs of the society for research in child development, Vol.59, No 2/3. The development of emotion regulation: biological and behavioral considerations 25-52. DOI:10.1111/j.1540-5834.1994.tb01276.x.

Gross, J. (1999). Emotion regulation: pas present future. Cognitive and emotion. 13 (5), 551-573.

Morris, A, S., Silk, J, S., Steinberg, L., Myers, S, S., & Robinson, L. R. 2007. The role of the family context in the development of emotion regulation. Social Development. doi: 10.1111/j.1467-9507.2007.00389.x

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *