Konsep Diri Menurut Baron & Bryne (Helmi, 1999) dapat di katakan merupakan sekumpulan informasi kompleks yang berbeda di mana dipegang oleh seseorang tentang dirinya. Penjelasan lebih lanjut mari simak artikel berikut yang di tulis langsung oleh tim alphabheta sekaligus seorang psikolog dengan gaya penulisan teoritis dan ilmiah
Pengertian Konsep Diri
Ghufron (2010) menyebutkan konsep diri merupakan gambaran yang di miliki seseorang di mana diri tersebut di bentuk oleh pengalaman-pengalaman yang di dapat dari lingkungan. Pernyataan ini sejalan dengan pendapat Brooks (dalam Rakhmat 2001) yang mengatakan bahwa konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita baik secara psikologis, sosial maupun fisik.
Konsep diri merupakan suatu asumsi-asumsi atau skema diri mengenai kualitas personal yang meliputi penampilan fisil (tinggi, pendek, berat, ringan dan lain-lain), trait/kondisi psikis (pemalu, kalem, pencemas dan sebagainya) dan kadang-kadang juga berkaitan dengan tujuan dan motif utama. Lebih lanjut Fuhrmann dalam (Widodo, 2006) menjelaskan konsep diri adalah konsep dasar tentang diri sendiri, pikiran dan opini pribadi, kesadaran tentang apa dan siapa dirinya dan bagaimana perbandingan antara dirinya dengan orang lain serta bagaimana idealisme yang telah di kembangkannya.
Menurut Sunaryo (2004) hal-hal yang penting dalam konsep diri adalah :
- Aspek utama dalam perkembangan identitas diri adalah nama dan panggilan anak.
- Pandangan individu tentang dirinya dipengaruhi oleh bagaimana individu mengartikan pandangan orang lain terhadap dirinya.
- Suasana keluarga yang serasi atau harmonis dan berpandangan positif akan mendorong kreativitas, menghasilkan perasaan yang positif dan berarti bagi anak.
- Penerimaan keluarga akan kemampuan anak sesuai dengan perkembangannya sangat mendorong aktualisasi diri dan kesadaran akan potensi dirinya. Kepada anak-anak di sarankan agar seminimal mungkin menggunakan kata-kata jangan, tidak boleh, dan nakal tanpa penjelasan lebih lanjut.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Konsep Diri
Menurut Willey (Rola, 2006) yang menjadi titik fokus atau sumber pokok informasi dalam perkembangan konsep diri adalah individu dengan orang lain. Baldwin dan Holmes (Rola, 2006) juga menambahkan konsep diri aalah hasil belajar individu melalui hubungannya dengan orang lain. Yang di maksud dengan orang lain menurut Calhoun dan Acocela (Rola, 2006) tersebut bisa di artikan seperti orang tua, teman-teman atau lingkungan masyarakat.
Orang tua
Orang tua adalah kontak sosial yang paling awal di alami oleh seseorang dan yang paling kuat. Informasi yang di berikan orang tua kepada anaknya lebih tertanam daripada yang di berikan orang lain dan berlangsung hingga dewasa. (Hurlock, 1980) menambahkan ada beberapa sebab-sebab pertentangan antara remaja dengan orang tuanya, antara lain :
- Standar perilaku : remaja sering menganggap standar perilaku orang tua yang kuno dan harus menyesuaikan dengan standar perilaku modern remaja.
- Metode Disiplin : jika metode disiplin yang di terapkan orang tua dianggap tidak adil atau kekanak-kanakkan, maka remaja cenderung akan memberontak.
- Hubungan saudara kandung : remaja mungkin menghina adik-adiknya dan bertengkar dengan kakak-kakanya sehingga timbul pertentangan dengan saudara dan orang tua yang di anggap pilih kasih.
- Merasa menjadi korban : remaja sering merasa benci jika status sosio-ekonomi keluarga menghambatnya untuk memiliki simbol-simbol status seperti teman-temannya.
- Perilaku yang kuran matang : orang tua sering mengembangkan sikap menghukum bila para remaja mengabaikan tugas-tugas sekolah, melalikan tanggung jawab atau membelanjakan uang semaunya.
- Memberontak terhadap sanak saudara : orang tua dan sanak saudara menjadi marah ketika remaja mengungkapkan perasaannya secara terang-terangan.
- Masalah palang pintu : kehidupan sosial remaja yang baru dan yang lebih aktif dapat mengakibatkannya melanggar peraturan keluarga mengenai waktu pulang dan mengenai teman-teman dengan siapa dia berhubungan, terutama lawan jenis.
Semua hal di atas merupakan pemicu pertentangan dan terbentuknya hubungan yanng tidak harmonis antara remaja dan orang tua. Di mana remaja akan merasa orang tua mereka tidak mau mengerti mereka, dan sebaliknya orang tua akan memberikan label-label kepada remaja. Sehingga mempengaruhi remaja dalam memberikan gambaran tentang diri mereka. Hal ini sejalan dengan pendapat Coopersmith d (Rola, 2006) yang menyebutkan anak-anak yang tidak memiliki orang tua, di sia-siakan orang tua, akan memperoleh kesukaran dalam mendapatkan informasi tentang dirinya. Sehingga hal ini akan menjadi penyebab utama anak berkonsep diri negatif.
Teman Sebaya
Teman sebaya merupakan faktor penyebab konsep diri negatif yang tidak kalah penting. Mappiare (1982) menyebutkan kelompok teman sebaya merupakan lingkungan sosial di mana remaja belajar hidup bersama orang lain yang buka keluarganya. Lingkungan teman sebaya merupakan suatu kelompok baru yang memiliki ciri, norma, kebiasaan yang berbeda dengan yang ada di lingkungan rumah. Bahkan apabila kelompok tersebut melakukan penyimpangan, maka remaja juga akan menyesuaikan dirinya dengan norma kelompok. Remaja di anggap nakal karena bagi mereka penerimaan kelompok lebih penting, mereka tidak ingin kehilangan dukungan dan di kucilkan. Sebagian remaja mengambil jalan pintas untuk menghindarkan diri dari masalah sehingga cenderung untuk keluyuran dan melakukan tindakan pergaulan yang salah. Akibatnya banyak yang terjerumus dalam tindak kenakalan seperti menipu, berkelahi, mencuri dan sebagainya. Kehadiran teman dan keterlibatannya di dalam suatu kelompok membawa pengaruh tertentu, baik dalam arti positif maupun dalam arti negatif.
Salah satu mekanisme yang perlu di miliki oleh remaja adalah konsep diri yang positif. Konsep diri yang di miliki remaja akan mempengaruhi perilakunya dalam hubungan sosial dengan individu lain. Konsep diri tinggi atau positif akan berpengaruh pada perilaku positif. Sebaliknya konsep diri rendah atau negatif akan membawa pengaruh yang kurang baik bagi perilaku individu. Menurut Daradjat (Kurniawan, 2009) bahwa perilaku individu yang mempunyai konsep diri negatif cenderung tidak berani, cepat tersinggung, dan cepat marah. Rogers (2000) bahwa konsep diri yang negatif akan di tunjukkan dengan pengharapan yang tidak realistis, harga diri rendah, dan pesimis. Kondisi demikian menunjukkan bahwa remaja memiliki kepribadian yang belum matang dan emosi yang kurang stabil, sehingga mudah terpengaruh.
Mayarakat
Mayarakat sangat mementingkan fakta-fakta yang ada pada seseorang anak, seperti siapa bapaknya, ras, ekonominya. Hal ini sangat berpengaruh pada pembentukan konsep diri.