Kategori Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) : ABK Bersifat Permanen (Menetap) dan Temporary (Tidak Menetap)

KAJIAN PUSTAKA
Kategori Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) : ABK Bersifat Permanen (Menetap) dan Temporary (Tidak Menetap)

Kategori Anak Berkebutuhan Khusus – Anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang memiliki kebutuhan khusus dalam proses perkembangan dan pembelajaran mereka. Kebutuhan ini dapat mencakup berbagai kondisi seperti autisme, gangguan perkembangan, hambatan pendengaran atau penglihatan, serta kebutuhan pendidikan khusus lainnya. Anak-anak ini sering memerlukan pendekatan yang berbeda dalam pendidikan dan perhatian yang ekstra untuk memenuhi kebutuhan mereka. Penting bagi kita sebagai masyarakat untuk memberikan dukungan dan inklusi bagi anak-anak berkebutuhan khusus, sehingga mereka memiliki kesempatan yang setara untuk tumbuh, belajar, dan berpartisipasi dalam kehidupan sehari-hari.

Sebelum kita simak artikel ini, sahabat alpha bisa melihat Kumpulan Kajian Pustaka yang ditulis langsung oleh tim alphabheta sekaligus seorang psikolog dengan gaya penulisan teoritis dan ilmiah.

Kriteria / Kategori Anak Berkebutuhan Khusus

Menurut Rachmayana (2016) di dalam bukunya menyebutkan bahwa ada dua kemungkinan anak menjadi berkebutuhan khusus secara sifat yaitu permanen atau menetap, dan kebutuhan khusus yang sifatnya temporary atau sementara tidak menetap.

Kategori Anak Berkebutuhan Khusus Permanen

Yaitu kelainan bawaan atau yang diperoleh kemudian, langsung atau tidak langsung akan menimbulkan hambatan dalam pembelajaran. Kondisi akan bersifat permanen. Anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus ini karena memiliki gangguan sensori penglihatan, gangguan sensosi pendengaran, perkembangan intelektual, fisik dan motorik, emosi dan perilaku, berbakat, tunaganda, berkesulitan belajar, autisme, gangguan konsentrasu dan perhatian (ADD/H).

a. Tunanetra

Definisi medis berkaitan dengan tunanetra adalah dilihat pada ketajaman penglihatan dan lantang pandangan. Seseorang yang memiliki ketajaman pandangan penglihatan (visus) 20/200 atau kurang tergolong buta. Sedangkan yang memiliki visus antara 20/70 tergolong low vision. Meskipun seseorang memiliki ketajaman penglihatan normal tetapi lantang pandangannya kurang dari 20 derajat juga tergolong buta.

Seseorang yang belajar dengan menggunakan indera perabaan dan pendengaran digolongkan sebagai buta. Sedangkan seseorang yang masih mampu menggunakan penglihatannya untuk membaca meskipun dengan tulisan yang diperbesar (diadaptasi) mereka digolongkan sebagai low vision. seseorang yang masih mampu menggunakan penglihatannya tetapi mengalami gangguan pada situasi tertentu tergolong limited vision.

  • Tunanetra total (blind), yaitu mereka yang tergolong tunanetra total adalah individu yang masih bisa melihat cahaya sampai tidak bisa melihat apa-apa (gelap). secara medis biasanya individu ini disebut mempunyai visus1 (tajam penglihatan) = 1/8, kita dapat melakukan ini dengan cara kita melambaikan tangan dari jarak 1 meter.
  • Low vision, tergolong dalam low vision apabila melihat cahaya sampai dapat melihat atau menghitung jari dari jarak 6 meter atau jika dapat melihat lambaian tangan dari jarak 60 meter setelah menggunakan alat bantu melihat.

b. Tunarungu

Tunarungu berasal dari kata “tuna” yang artinya kurang dan “rungu” yang artinya pendengaran. Selain itu, tunarungu dapat dijelaskan sebagai orang yang tidak mampu mendengar atau kurang mampu menangkap suara. Individu yang memiliki hambatan dalam mendengar ini disebabkan karena tidak berfungsinya sebagian atau keseluruhan alat pendengarannya sehingga mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya. Lebih lanjut, tunarungu dikelompokkan menjadi 2 yaitu:

  • Kurang dengar (hard of hearing), yaitu kehilangan pendengaran <90dB (ini setara dengan suara mesin rumput dalam jarak 2 meter) serta memahami bahasa melalui indera pendengarannya dengan atau tanpa alat bantu dengar.
  • Tuli (Deaf), yaitu kehilangan pendengaran = 90 dB2 mereka tidak dapat mendengar suara yang sama dengan atau lebih dari 90 dB, misalnya: gergaji kayu mesin (100 dB, mesin timbris (110 dB). kemudian tuli ini tidak mampu memahami bahasa dengan indra pendengaran serta hanya mampu menghayati bunyi-bunyi tertentu melalui perasaan vibrasinya.

c. Tunagrahita

Tunagrahita adalah individu tang memiliki inteligensi yang signifikan berada dibawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi perilaku yang muncul dalam masa perkembangan.

klasifikasi tunagrahita berdasarkan pada tingkatan IQ, adalah sebagai berikut:

  • tunagrahita ringan (IQ : 51-70), anak dengan tunagrahita ringan bisa mencapai kemampuan membaca sampai kelas 4-6. Meskipun memiliki kesulitan membaca tetapi mereka dapat mempelajari kemampuan pendidikan dasar yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Anak tunagrahita ringan memerlukan pengawasan dan bimbingan serta pendidikan dan pelatihan khusus. Biasanya tidak ditemukan kelainan fisik, tetapi mereka bisa menderita epilepsi.
  • Tunagrahita sedang (IQ :36-51), jelas mengalami hambatan tingkat perkembangan lainnya (misalnya duduk dan berbicara). Dengan latihan dan dukungan dari lingkungannya, mereka dapat hidup dengan tingkat kemandirian tertentu.
  • Tunagrahita berat (IQ : 20-35) dapat dilatih meskipun agak lebih susah dibandingkan denan tunagrahita sedang. Anak-anak dengan tunagrahita sangat berat (IQ 19 atau kurang) biasanya tidak dapat belajar berjalan, berbicara atau memahami. Angka harapan hidup untuk anak-anak dengan tungrahita mungkin lebih pendek, tergantung kepada penyebab dan beratnya tunagrahita.

d. Tunadaksa

Tunadaksa adalah sebutan untuk orang yang cacat tubuh dan diartikan sebagai individu dengan gangguan fisik atau motorik adalah mereka yang mengalami gangguan otot, tulang, sendi, dan atuu sistem persyarafan yang mengakibatkan kurang optimalnya fungsi komunikasi, mobilitas, sosialisasi dan perkembangan keutuhan pribadi.

Cerebral palsy, termasuk dalam kelompok tunadaksa dimana terdiri dari kata cerebral artinya otak dan palsy artinya ketidakmampuan motorik. Cerebral palsy adalah ketidakmampuan motorik atau bergerak yang disebabkan kerusakan pada otak (Kirk dalam Abdurrachman, 2001). Dengan demikian CP merupakan gambaran kondisi ketidakberfungsian gerak bermula dari saat kanak-kanak yang dicirikan dengan paralysis, kelemahan, kurang koordinasi atau penyimpangan gerak lainnya yang disebabkan kelainan fungsi gerak pada pusat pengendali gerak pada otak.

e. Tunalaras

Tunalaras disebut oleh masyarakat sebagai anak nakal, anggota geng atau penjahat anak.definisi tunalaras diartikan sebagai anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku dimana individu yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dan atau bertingkah laku tidak sesuai norma-norma yang berlaku dalam masyarakat pada umumnya sehingga membutuhkan penyesuaian layanan pendidikan.

f. Berbakat

Definisi anak berbakat adalah indiivdu yang memiliki kemampuan unggul dan menunjukkan prestasi jauh lebih tinggi dibandingkan dengan teman seusianya sehingga memmbutuhkan penyesuaian layanan.

Ciri-ciri anak yang mempunyai keberbakatan yaitu:

  • Memiliki inteligensi diatas rata-rata > 125 (ukuran WISC)
  • Perkembangan mentalnya lebih cepat dari umur kalendernya
  • Memiliki prestasi yang tinggi baik di sekolah maupun di luar sekolah
  • Menunjukkan kemampuan khusus diatas rata-rata anak normal
  • Tidak pernah mendapat kesulitan dari pelajaran di sekolah
  • Perkembangan fisik dan bahasanya lebih pesat dari anak normal
  • Selain itu, anak berbakat atau supernormal ini juga memiliki ciri negatif yaitu perilaku anti sosial.

g. Tunaganda

Tunaganda adalah individu yang mempunyai kelainan lebih dari satu jenis, sehingga membutuhkan penyesuaian layanan pendidikan.

h. Autistis

Definisi autistis dapat diartikan bahwa individu yang mengalami hambatan proses interaksi sosial, komunikasi, perilaku, dan bahasa, sehingga memerlukan penyesuaian layanan pendidikan. Gangguan perkembangan yang kompleks dan berat pada anak. Gejala yang sudah nampak sebeum umur 3 tahun. Terlihat hal ini pada gangguan komunikasi, interaksi sosial dan tingkah laku.

Menurut Handoyo (Rachmanayana, 2016) menyebutkan anak autis seakan-akan memiliki kehidupan didunianya sendiri. Mereka cenderung menarik diri dari lingkungannya dan asyik bermain sendiri. Namun tidak cukup hanya itu, karena kesulitan yang terjadi pada anak austis lebih besar daripada sekedar karakteristik menarik diri.

i, Individu dengan gangguan konsentrasi dan perhatian (ADD/H: Attention Defisit Disorder / Hyperativity)

ADD/H adalah individu yang tidak mampu memusatkan perhatian pada objek, tugas atau infomasi yang dilihat dan didengar, serta mudah terangsang oleh stimulasi dari luar sehingga memerlukan penyesuaian layanan pendidikan.

j. Berkesulitan belajar

Berkesulitan belajar merupakan suatu gangguan dalam satu atau lebih dari proses psikologis dasar yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa ujaran atau tulisan.

Gangguan ini ditampakkan dalam bentuk kesulitan mendengarkan, berfikir, berbicara, membaca menulis, mengeja, atau berhitung. Mereka memiliki indera baik tetapi tidak berfungsi optimal untuk menterjemahkan apa yang mereka dengar atau lihat, persepsinya mengalami hambatan. Kesulitan belajar secara umum terdiri dari kesulitan membaca (disleksia), kesulitan menulis (disgrafia) dan kesulitan berhitung (diskalkulia).

Kategori Anak Berkebutuhan Khusus yang Bersifat Temporer

a. Kebutuhan khusus karena kondisi sosial-emosi

Anak karena kondisi sosial terpinggirkan mempunyai kebutuhan khusus untuk memperoleh pelayanan pendidikan. Tentu saja pelayanan pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka. Kelompok ini misalnya para pengguna bahasa minoritas atau suku minoritas.

b. Kebutuhan khusus akibat kondisi ekonomi

Mereka yang secara kurang beruntung akan mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran reguler. Karena ekonomi yang kurang memadai, anak dilibatkan dalam pekerjaan orangtua bahkan dijalanan untuk mengemis atau mengamen. Sehingga bagi mereka diperlukan pelayanan pendidikan yang disesuaikan dengan kondisinya seperti anak korban narkoba, anak jalanan, anak berpenyakit kronis, anak PSK atau PSK anak.

c. Kebutuhan khusus akibat kondisi politik

Anak-anak usia belajar yang berada di daerah konflik politik, misalnya di Aceh, Ambon atau Poso juga memiliki kebutuhan khussu dalam mendapatkan pelayanan pendidikan. Semua itu memiliki kebutuhan khusus sementara. Artinya ketika semua kondisi tersebut sudah pulih, mungkin kebutuhan khusus mereka terhadap layanan pendidikan pun berkurang bahkan tidak ada.

DAFTAR PUSTAKA

Rachmayana, D. (2016). Menuju Anak Masa Depan yang Inklusif. Jakarta: PT. Luxima metro Media

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *