Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus – Identifikasi dapat diartikan menemu kenali. Dalam buku Pedoman Khusus Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif (2007) identifikasi ABK dimaksudkan sebagai usaha seseorang (orangtua, guru, maupun tenaga kependidikan lainnya) untuk mengetahui apakah seorang anak mengalami kelainan/penyimpangan (fisik, intelektual, sosial, emosional, dan atau jasa sensoris neurologi) dalam pertumbuhan dan perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya (anak-anak normal).
Pengertian
Identifikasi anak berkebutuhan khusus adalah suatu upaya menemu kenali anak berkebutuhan khusus, dengan berbagai gejal-gejala yang menyertainya. Identifikasi anak berkebutuhan khusus, tidak hanya sebagai suatu kegiatan dalam upaya untuk menemukan anak yang diduga anak berkelainan. Tetapi juga sekaligus untuk mengenali gejala-gejala perilaku yang menyimpang dari kebiasaan perilaku pada umumnya.
Identifikasi anak berkebutuhan khusus dapat dilakukan berdasarkan gejala-gejala yang diamati, seperti (1) gejala fisik, (2) gejala perilaku, dan (3) gejala hasil belajar. Gejala fisik yang dapat diamati dan dijadikan sebagai acuan dalam proses pengidentifikasian, misalnya adanya gangguan penglihatan, pendengaran, wicara, kekurangan gizi, pengaruh obat-obatan dan minuman keras, atau semuanya yang menyangkut terganggunya fungsi fisik. Gejala perilaku misalnya emosi yang labil, perilaku sosial yang negatif seperti suka membolos, suka merusak, berkelahi, berbohong, malas atau semua perilaku yang tidak sesuai dengan norma dan hukum yang berlaku di masyakarakat. Sedangkan gejala hasil belajar dapat diamati melalui prestasi belajar yang rendah yang mengakibatkan tidak naik kelas bahkan dikeluarkan dari sekolah alias dropt out (DO), atau segala sesuatu yang berhubungan dengan akademis.
Tujuan di Lakukan Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus
Secara umum tujuan utama identifikasi anak berkebutuhan khusus adalah menemukan adanya gejala kelainan dan kesulitan. Kemudian temuannya dijadikan dasar untuk mengambil langkah selanjutnya. Langkah tersebut biasanya berupa asesmen yang lebih akurat IGAK Wardani (1996). Agar hasil identifikasi dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya dan objektif, maka identifikasi hendaknya dilakukan oleh orang terdekat dengan anak.
Identifikasi bertujuan untuk menandai gejala-gejala berkaitan dengan kelainan atau penyimpangan perilaku yang mengakibatkan kesulitan atau hambatan dalam belajar di sekolah dapat dilakukan oleh guru dan orangtua. Lerner (1998) menyatakan bahwa tujuan identifikasi dilakukan untuk lima keperluan, diuraikan sebagai berikut:
- Penjaringan (Screening). yaitu suatu kegiatan identifikasi yang berfungsi untuk menandai dan menetapkan anak-anak yang memiliki kondisi klainan secara fisik, mental intelektual, sosial dan/atau emosi serta menunjukkan gejala-gejala perilaku yang menyimpang dari perilaku anak pada umunya.
- Pengalihtanganan (referal), yaitu kegiatan identifikasi yang dilakukan untuk tujuan pengalihtanganan (referal) ke tenaga profesi lainnya yang lebih berkompeten di bidangnya.
- Klasifikasi (Classification), yaitu kegiatan identifikasi yang dilakukan untuk tujuan menentukan atau menetapkan apakah anak tersebut tergolong anak berkebutuhan khusus yang memang memiliki kelainan kondisi fisik, mental intelektual, sosial dan/atau emosional.
- Perencanaan pembelajaran (instructional planning), yaitu kegiatan identifikasi yang bertujuan untuk keperluan penyusunan program pengajaran individual. Dasarnya adalah hasil dari klasifikasi.
- Pemantauan kemajuan belajar (monitoring pupil progress), digunakan untuk mengetahui apakah program pembelajaran khusus yang diberikan itu berhasil atau tidak dalam meningkatkan kemampuan anak.
Sasaran Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus
Setiap anak dapat dipastikan mengalami kesulitan dan hambatan belajar. Namun, pada tingkat hambatan dan kesulitan tertentu belum tentu anak memerlukan layanan pendidikan secara khusus. Sehubungan dengan luasnya ruang lingkup anak berkebutuhan khusus, maka pada psikoedukasi ini yang menjadi sasaran identifikasi difokuskan pada anak berkebuthan khusus.
Oleh karena itu, anak berkebutuhan khusus yang menjadi sasaran identifikasi, adalah :
- Anak yang memiliki gejala problem belajar spesifik, meliputi (1) anak dengan permasalahan belajar menulis (digrafia), (2) anak dengan permasalahan belajar membaca (disleksia), dan (3) anak dengan permasalahan belajar berhitung (diskalkulia).
- Anak yang memiliki gejala “under achiever”.
- Anak yang lambat belajar.
- Anak yang memiliki gejala gangguan emosi dan perilaku.
- Anak yang memiliki gejala gangguan komunikasi.
- Anak yang memiliki gangguan kesehatan gizi.
- Anak yang memiliki gangguan gerakan dan anggota tubuh.
- Anak yang memiliki gangguan penglihatan.
- Anak yang memiliki gangguan pendengaran.
- Anak yang memiliki gangguan autism.
- Anak dengan korban kekerasan dan narkoba. (Yusuf, 2005).
Strategi Pelaksanaan Identifikasi
Sesuai dengan sasaran identifikasi anak berkebutuhan khusus, terutama bagi anak berkebuthan khusus yang belum bersekolah atau dropt out, maka sekolah yang bersangkutan perlu bekerjasama dengan Kepala Desa/Lurah, RT, RW setempat dan posyandu untuk melakukan pendataan dan identifikasi di masyarakat. Apabila proses identifikasi menemukan anak berkebutuhan khusus atau anak berkelainan, maka proses berikutnya dapat dilakukan pembicaraan dengan orangtua, komite sekolah maupun perangkat desa setempat untuk mendapatkan tindak lanjutnya.
Langkah-Langkah Identifikasi
Menghimpun Data Anak
Tugas petugas/guru pada tahap ini adalah menghimpun data kondisi seluruh siswa di kelas (berdasarkan gejala yang nampak pada siswa) dengan menggunakan Alat Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus.
Menganalisis Data dan Mengklasifikasikan Anak
Pada tahap ini tujuannya adalah untuk menemukan anak-anak yang tergolong anak berkebutuhan khusus (yang memerlukan pelayanan pendidikan khusus). Buatlah daftar nama anak yang diindikasikan berkelainan sesuai dengan ciri-ciri. Jika ada anak yang memenuhi syarat untuk disebut atau berindikasi kelainan sesuai dengan ketentuan tersebut. Maka dimasukkan ke dalam daftar nama-nama anak yang berindikasi kelainan sesuai dengan format khusus yang disediakan seperti terlampir. Sedangkan untuk anak-anak yang tidak menunjukkan gejala atau tanda-tanda berkelainan, tidak perlu dimasukkan ke dalam daftar khusus tersebut.
Menginformasikan Hasil Analisis dan Klasifikasi
Hasil analisis dan klasifikasi yang telah dibuat oleh guru dilaporkan kepada kepala sekolah, orangtua siswa, dan dewan komite sekolah. Tujuannya untuk mendapatkan saran-saran pemecahan atau tindak lanjutnya.
Menyelenggarakank Pembahasan Kasuss (case conference)
Pada tahap ini kegiatan dikoordinasikan oleh kepala sekolah setelah data anak berkebutuhan khusus terhimpun dari seluruh kelas. Kepala sekolah dapat melibatkan: (1) kepala sekolah sendiri; (2) dewan guru; (3) orang tua/wali siswa;(4) tenaga profesional terkait, jika tersedia dan memungkinkan; (5) guru pembimbing/pendidikan khusus guru (Guru PLB) jika tersedia dan memungkinkan
Materi pertemuan kasus adalah membicarakan temuan dari masing-masing guru mengenai hasil identifikasi untuk mendapatkan tanggapan dan cara pencegahan serta penanggulangannya
Menyusun Laporan Hasil Pembahasan Kasus
Pada tahap ini, tanggapan dan cara-cara pemecahan masalah dan penanggulangannya perlu dirumuskan dalam laporan hasil pertemuan kasus. Format hasil pertemuan kasus dapat menggunakan contoh seperti pada almpiran (Direktorat PSLB, 2007).